Sabtu, 22 Desember 2012

KRUI,DAN KAITANYA KRESIDENAN BENGKULUA&KERESIDENAN LAMPUNG



PAKSI PAK SEKALA BRAK----- KERAJAAN DI CUKUT PESAGI,---- KIK PAK KHAM MAK PULIAK----- ADAT PUSAKA TUTOP DIHATI

Sabtu, 06 Agustus 2011

SEJARAH PROVINSI LAMPUNG

SEJARAH TERBENTUKNYA PROVINSI LAMPUNG
( 1857 -1967 M )
( diposting dan disalin sesuai dengan aslinya dari Naskah Sejarah Daerah Lampung, Proyek penelitian dn pencatatan kebudayaan daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam tahun anggaran 1977/1978.)
Memasuki abad ke-20 dapat dikatakan tidak ada lagi wilayah daerah Lampung yang bebas dari kekuasaan Belanda. Sejak gugurnya Radin Inton II ( 5 oktober 1856 ), berakhir pulalah perlawanan rakyat Lampung. Perlawanan yang timbul kemudian dapat dikatakan tidak berarti sama sekali sehingga Lampung cukup terkendali. Pemerintahan didaerah dipegang oleh masing-masing kebuayan atau marga/ mego dengan restu dari pemerintahan belanda. Dasar kebuayan inilah nantinya yang akan menjadi sistem pemerintahan marga ( marga-stelsel) yang ditetapkan dalam IGOB ( Inlandsche Geneente Ordonnantie Buitengewesten ) dalam tahun 1928.

Sejak tahun 1857 pemerintahan di Lampung dikepalai oleh seorang residen yang dibantu oleh sekretaris dan tujuh orang kontroler, yang kesemuanya terdiri dari orang belanda, mereka menerapkan sentralisasi seperti dijawa tetapi mendapat tantangan karena tidak cocok dengan sistim yang ada yaitu sistem kebuayan/ marga yang berdasarkan desentralisasi ( otonomi ). Dengan sistem sentralisasi yang dijalankan oleh pemerintahan belanda pernah terjadi kegoncangan dalam masyarakat, yaitu ketika sistem kebuayan seolah tidak dihormati, maka tahun 1857 – 1859 orang orang daerah rebang menggunakan kesempatan untuk berpindah keselatan dan orang abung mendesak ke timur wilayah kebuayan lainnya. Sistem kebuayan adalah sistem yang sudah berjalan sejak lama, terutama didaerah utara yang mempunyai kebuayan. Sitem ini menitik beratkan pada musyawarah dan mufakat dengan desentralisasi/otonomi dalam pelaksanaanya. Sistem desentralisasi ini tidak sesuai dengan kehendak pemerintah belanda. Tetapi belanda tidak bisa berbuat banyak karena adat istiadat masih dipegang teguh oleh penduduk Lampung yang tercermin pada upacara – upacara adat yang masih dipatuhi. Akhirnya pimpinan berdasarkan kebuayan terpaksa dipenuhi belanda dalam tahun 1928, pada tahun ini marga menuntut adat Lampung diakui berikut hak ulayatnya. Tetapi dalam pelaksanaanya sudah sangat dibatasi, dimana hak ulayat tersebut hanya tinggal berupa wewenang mengurus tanah oleh marga atas nama pemerintahan Belanda. Pengaturan secara lengkap administrasi pemerintahan daerah lampung terjadi pada tahun 1929, termuat dalam staatsblad 1929 No. 326, dimana antara lain diatur:
Lampung dijadikan satu afdeling yang dikepalai oleh residen. Afdeling Lampung terbagi atas lima onder afdeling yang masing masing dikepalai oleh seorang kontroleur dan dipedang oleh bangsa Belanda. Residen berkedudukan di teluk betung, sedangkan kontroleur berkedudukan di teluk betung, kota agung, sukadana, kotabumi dan menggala. Selanjutnya tiap tiap onder afdeling dibagi dalam distrik dinstrik yang dikepalai oleh demang. Tiap distrik dibagi lagi dalam onder distrik yang dikepalai oleh asisten demang. Bagi daerah kolonialisasi onder distrik dikepalai oleh seorang asisten wedana. Pangkat demang atau asisten wedana dijabat oleh seorang indonesia, pada tingkat paling bawah, diakui sistem marga yang dikepalai oleh seorang pasirah yang mengepalai kepala kepala kampung yang disebut kepala suku.
Walaupun keadaan di Lampung sudah aman dan stabil, dengan adanya pengaruh pergerakan nasional di Jawa serta melihat sistem marga merupakan alat bagi pemerintahan belanda , maka timbul kelompok anti sistem marga yang dipelopori oleh tokoh tokoh pergerakan yang pada waktu itu baru tumbuh di Lampung, namun karena banyak mendapat pengaruh dari partai komunis indonesia yang baru saja mengadakan pemberontakan di jawa dan sumatera barat maka pergerakan ini tidak mendapat dukungan dari rakyat setempat, lagi pula rakyat yang mengikuti pergerakan akan ditindas oleh belanda.
Dasar adat Lampung kedudukan kepala ( pengetua kelompok genealogis ) diwariskan yaitu dengan eleksi. Maka kepala marga pun dipilih oleh penyimbang-penyimbang suku, jadi dalam pemilihan terbatas ada marga yang dihormati tentang tata adatnya untuk kemudian residen mengangkat orang yang berhak. Sebaliknya ada pula marga yang mengenal pemilihan umum untuk kepala marga, yaitu marga-marga pasemah ( orang rebang ), orang orang pendatang, dimana hubungan genealogis tidak begitu dipentingkan lagi.
Sejak ditetapkankannya status marga dan beberapa distrik kolonisasi, marga marga tersebut adalah :
1. Dantaran,
2. Pesisir raja basa,
3. Ratu,
4. Legun
5. Ketibung
6. Teluk betung
7. Balau
8. Way Semah
9. Sabu menanga
10. Ratai
11. Punduh
12. Pedada
13. Merak batin
14. Tegineneng
15. Badak
16. Putih
17. Limau
18. Kelumbayan
19. Pertiwih
20. Putih
21. Limau
22. Buay belungu
23. Tulang bawang pesisir
24. Benawang
25. Way ngarip semong
26. Pematang sawah
27. Rebang pugung
28. Pugung
29. Buai selagai kunang
30. Rebang ( buay) seputih
31. Buay Baradatu
32. Buay nunyai
33. Buay bunga mayang
34. Kasui
35. Buay semenguk
36. Buay pemuka pengiran udik
37. Buay tuba
38. Buay pemuka pengiran
39. Buay bahuga
40. Buay barasakti
41. Buay pemuka pengiran ilir
42. Buay pemuka bangsa raja
43. Jabung
44. Melinting
45. Sekampung
46. Subing labuan
47. Gedong wani
48. Batang hari
49. Sukadana
50. Unyi way seputih
51. Subing
52. Buay beliuk
53. Buay nyerupa
54. Anak tuha
55. Pubian
56. Buay unyi
57. Mesuji lampung
58. Buay bulan udik
59. Tegamoan
60. Suai umpu
61. Buay bulan ilir
62. AjI
Demikian keadaan pemerintahan pada zaman hindia belanda sampai kedatangan bangsa jepang ke indonesia. Pada zaman jepang struktur pemerintahan itu tidak dirubah hanya istilah-istilah diganti dengan istilah –istilah jepang.
Daerah Lampung sejak abad ke-16 sudah didatangi oleh pendatang dari luar seperti Banten, dan secara besar besaran dari daerah palembang datang kedaerah Lampung pada pertengahan abad ke-19, sedangkan para kolonisasi dari Jawa secara intensif mulai pada abad ke-20, mereka menghuni daerah daerah yang belum diolah dan tergolong subur. Mulailah terlihat orang orang yang mendiami daerah “ SANG BUMI RUA JURAI ” ini hidup rukun dan penuh toleransi, bahkan terjadi pengakuan terhadap orang rebang sebagai warga lampung yang menghuni beberapa wilayah tertentu. - Lebih lebih pada masa kemerdekaan telah banyak terjadi perubahan pandangan dalam pikiran orang lampung untuk lebih terintegrasi antara masyarakat Jawa dengan masyarakat Lampung, Bahkan lambang pemerintah daerah Lampung terdapat kalimat “ SANG BHUMI RUWA JURAI” yang menunjukkan sikap bahwa golongan penduduk asli dengan kaum pendatang mempunyai suatu tempat dan tugas yang sama dalam membina wilayah ini untuk kemajuan negara dan bangsa -.
Pendudukan Jepang.
Ketika perang pasifik meletus dibulan desember tahun 1941 hindia belanda berada dipihak sekutu. Hanya dalam waktu sekitar 100 ( seratus) hari jepang berhasil menghancurkan pertahanan inggris di Birma, Malaya, dan singapura. Juga berhasil menghancurkan pertahanan amerika di pilipina, serta menundukkan pertahanan belanda di indonesia hingga pada 8 maret 1942 di kalijati jawa barat belanda menyerah tanpa syarat.
Sumatra dibawah kekuasaan pemerintahan jepang berpusat di singapura yang disebut shonanto, jepang memasuki daerah Lampung dari arah Palembang. Pendudukan balatentara Jepang di Lampung segera dijadikan keresidenan yang dikepalai oleh seorang residen militer ( Lampung Syucokan ) yaitu kolonel kurita, yang dibantu seorang kepala kepolisian yang bernama sebakihara. Sebagaimana sistim pemerintahan jepang dipulau jawa, maka dibawah keresidenan diadakan kabupaten, dibawahnya lagi ada kewedanaan yang dikepalai oleh seorang Gunco, yang dijabat oleh seorang indonesia. Dibawah kewedanaan terdapat keasistenan yang nanti menjelma menjadi wilayah kecamatan dikepalai oleh seorang asisten demang ( fuku gunco), dibawah nya adalah kampung/ desa yang disbut Ku. Dan disetiap kewedanaan diangkat seorang Ciko Sidukan berkebangsaan jepang bertugas mengawasi dan membimbing Gunco agar setia dan tak menyimpang. Tidak berlangsung lama pada tanggal 15 agustus 1945 jepang akhirnya menyerah terhadap sekutu, setelah terlebih dahulu dijatuhkan bom atom oleh amerika serikat.
Berita menyerahnya Jepang diterima di Palembang lewat petugas radio domei dan modohan, kabar kekalahan tersebut sampai ke-Lampung. Tidak lama kemudian terdengar berita lewat radio oleh kepala penerangan karesidenan Lampung yaitu amir hasan, bahwa proklamasi telah diumumkan kepada dunia internasional pada tanggal 17 agustus 1945. Kedatangan Mr. Abbas dari Jakarta memperkuat berita dan ia segera menyelenggarakan pertemuan antara para tokoh dan pemuka masyarakat di tanjungkarang dan sekitarnya guna mengambil langkah berikutnya sesuai petunjuk pemerintah Pusat Jakarta. Beliau juga ditunjuk oleh pemerintah pusat sebagai residen pertama untuk Lampung setelah Proklamasi. Dan segera membentuk Komite Nasional Indonesia Daerah Lampung yang kemudian disusul dengan dibentuknya Komite – Komite Nasional tingkat kewedanaan dan kecamatan.
Tanggal 5 september 1945 ada instruksi dari pusat untuk pengoperan kekuasaan di berbagai kewedanaan, pengibaran bendera merah putih secara menyeluruh dan penjagaan seperlunya. Sebagai ketua KNIDL yang pertama kali ditunjuk Wan Abdurrahman, dan semua jawatan maupun isntansi milik jepang segera direbut dan pindah tangan menjadi aparat pemerintahan RI. Jawatan penerangan ( syu seito hodokan) dengan segala kelengkapannya diambil alih oleh Amir Hasan sebagai kepala penerangan daerah Lampung, dengan di opernya percetakan krakatau maka lebih lancarlah komunikasi dengan warga daerah hingga kepelosok pelosok. Sementara itu berdirilah API ( Angkatan Pemuda Indonesia) menghimpun para pemuda, menyusun laskar bersenjata seperti lasykar tani, barisan Banteng, Pesindo, Napindo dan lain sebagainya.
Pada tanggal 9 september 1946 Residen Lampung Mr. Abbas dipaksa untuk melepaskan jabatannya selaku residen syah, oleh sebuah badan yang menamai dirinya sebagai PPM ( Panitia Perbaikan Masyarakat). Dengan beberapa tokoh nya : Zainal Abidin, Juned, Azhari, Datuk Amin, Oemar bey. Sutan Mudsi, Haji Mansyur dan sebagainya. Usaha pendaulatan ini berhasil, lalu Residen Lampung dijabat oleh Dr. Barel Munir. Akan tetapi dia mengundurkan diri pada tanggal 29 november 1947 dan sebagai gantinya diangkatlah rukadi sebagai residen daerah ini.
Pada waktu terjadi perang ( serangan ) belanda kedua 1948, ibukota karesidenan Lampung diduduki pasukan belanda, dan menyingkirlah pemerintahan karesidenan bersama stafnya ke menggala lewat kasui. Karena hal tersebut bertentangan dengan keputusan karesidenan (DPR), atas dasar itu DPR karesidenan bermusyawarah dengan para pimpinan partai mengangkat Mr. Gele Harun ( putra Dr. Harun) sebagai kepala pemerintahan darurat Karesidenan Lampung, yang mendapat persetujuan syah dari pemerintahan darurat provinsi sumatra selatan saat ini.
Karena situasi keamanan yang belum stabil, maka tempat kedudukan staf berpindah pindah, Pringsewu, talang Padang, dan bukit kemuning. Dan di bukit kemuning disusun staf pemerintahan secara lengkap darai keputusan persetujuan Roem royen, guna siap siap untuk menerima oper kekuasaan dari tangan belanda. Dan didalam susunan staf tersebut ditegas kan bahwa Mr. gele Harun adalah residen Lampung. Ketika belanda harus menyerahkan dan mengakui kekuasaan RI sebagai akibat dari hasil KMB 1949, maka Mr. Gele harun inilah yang menerima kekuasaan langsung dari pihak belanda.
Pada tahun 1950 berdasarkan hasil plebisit rakyat di kewedanaan krui, maka sejak itu Krui yang semula bagian Keresidenan Bengkulu, masuk menjadi bagian wilayah Karesidenan lampung. Dengan demikian maka karesidenan Lampung meliputi seluruh ujung selatan dari Pulau Sumatera.
Sistem Pemerintahan negeri di Lampung berdasarkan IGOB Staatsblad no. 490 Tahun 1953 dengana danya tap Gubernur Sumatra Selatan no.53/1951 mengenai perubahan kepala marga, maka jumlah negeri di Lampung yang semula 52 buah berubah menjadi 35 buah negeri saja.
Melihat luasnya wilayah karesidenan serta kemampuan potensi perekonomiannya, maka berdasarkan Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang No. 13 tahun 1964, yang kemudian menjadi Undang-undang No. 14 tahun 1964 maka Karesidenan Lampung ditingkatkan menjadi daerah Tingkat I ( Propinsi) hingga saat sekarang ini. Dengan demikian Lampung Sejak 1964 berdiri sendiri sebagai daerah tingkat I, bukan lagi bagian dari Propinsi Sumatera Selatan. Sebagai gubernur KDH Tingkat I Lampung saat itu diangkatlah Kusno Danopoyo, kemudian pada tahun 1967 terpilih Zainal Abidin Pagar Alam, dan semenjak akhir tahun 1972 jabatan gubernur KDH Tingkat I lampung dipegang oleh Brigjend TNI Sutiyoso.

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Apah tiBaca

Ikuti Menjadi Sahabat Blog

PEMUDA DAN KEBERANIANNYA

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

dancer

TVRI



KRUI DALAM SEJARAH Terbentuknya Kabupaten Way Kanan



Sejarah Singkat Terbentuknya Kabupaten Way Kanan


Diawali pada tahun 1957, dengan dipimpin oleh Wedana Way Kanan, Ratu Pengadilan, diadakanlah pertemuan yang pertama kali guna membahas rencana Pemerintah Pusat yang memerlukan 100.000 hektar tanah untuk keperluan transmigrasi.  Pada saat itu tiga kewedanaan yang ada, yaitu Kewedanaan Kotabumi, Kewedanaan Krui dan Kewedanaan Menggala menolak rencana Pemerintah Pusat.


Namun Kewedanaan Way Kanan menerima tawaran itu dengan pertimbangan agar kelak Way Kanan dapat cepat ramai penduduknya.  Pada saat itulah muncul gagasan awal yang dikemukakan oleh Hi. Ridwan Basyah selaku notulis dalam pertemuan tersebut, untuk menjadikan Way Kanan sebagai kabupaten yang berdiri sendiri terpisah dari Kabupaten Lampung Utara.

Pada tahun 1971, keinginan untuk menjadikan Way Kanan menjadi kabupaten yang berdiri sendiri muncul kembali.  Pertemuan dengan tokoh masyarakat, tokoh adat, dan para ilmuwan diselenggarakan di kediaman Hi. Ridwan Basyah di Tanjung Agung - Bandar Lampung.

Selanjutnya pada tahun 1975, Bapak Nasrunsyah Gelar Sutan Mangkubumi, di Bumi Agung - Kecamatan Bahuga melaksanakan acara adat Bugawi dengan mengundang tokoh-tokoh adat (penyimbang) sewilayah Way Kanan.  Pada kesempatan itu diadakan musyawarah khusus yang dipimpin oleh Hi. Ridwan Basyah membahas kembali gagasan untuk menjadikan Way Kanan sebagai Kabupaten yang berdiri sendiri, sekaligus mengajukan usul kepada Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Lampung Utara dan Pemerintah Daerah Tingkat I Propinsi Lampung.

Kemudian pada tahun 1986, Pemerintah Pusat membentuk Pembantu Bupati Lampung Utara Wilayah Blambangan Umpu dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri, Nomor : 821.26-502 Tanggal 8 Juni 1985, dengan Wilayah Pembantu Bupati Blambangan Umpu terdiri dari 6 (enam) kecamatan, yaitu :
1.      Kecamatan Blambangan Umpu dengan ibukota Blambangan Umpu
2.      Kecamatan Bahuga dengan ibukota Mesir Ilir
3.      Kecamatan Pakuon Ratu dengan ibukota Pakuon Ratu
4.      Kecamatan Baradatu dengan ibukota Tiuh Balak
5.      Kecamatan Banjit dengan ibukota Banjit
6.      Kecamatan Kasui dengan ibukota Kasui
Berdasarkan Surat Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Tingkat I Lampung, Nomor : 660/1990/II/1991 Tanggal 18 Februari 1991 yang ditujukan kepada Pembantu Bupati Wilayah Blambangan Umpu, maka Hi. Ridwan Basyah yang pada waktu itu menjabat sebagai Pembantu Bupati  menyelenggarakan Musyawarah besar (Mubes) dengan mengambil tempat di SESAT PURANTI GAWI Blambangan Umpu, pada tanggal 4 Mei 1991 dengan maksud untuk mempersiapkan lahan perkantoran, nama kabupaten, dan letak ibukota kabupaten sebagai persiapan Way Kanan menjadi Kabupaten.  Pertemuan tersebut dihadiri sekitar 200 orang, terdiri dari tokoh adat, tokoh agama, ilmuwan dan para pejabat. Dalam Mubes tersebut dibahas mengenai pemantapan usulan dan pernyataan dukungan sepenuhnya agar Way Kanan menjadi Kabupaten dengan ibukota di Blambangan Umpu dan terdiri dari 17 kecamatan.  Usulan tersebut ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia, Menteri Dalam Negeri, DPR-RI dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Lampung.  Berdasarkan usulan tersebut, maka diadakanlah rapat-rapat di tingkat propinsi, kabupaten dan di DPR-RI.  Kemudian dilanjutkan dengan kunjungan DPR-RI ke Balambangan Umpu.

Berkat perjuangan yang gigih oleh semua pihak dan dengan Ridho Allah SWT, maka pada tahun 1999 terbitlah Undang-Undang Nomor : 12 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Way Kanan, Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Timur dan Kotamadya Daerah Tingkat II Metro.  Sebagai tindak lanjut pemberlakuan Undang-Undang tersebut, maka pada tanggal 27 April 1999, Menteri Dalam Negeri Syarwan Hamid menandatangani prasasti sebagai tanda peresmian Kabupaten Way kanan dan sekaligus melantik Drs. Tamanuri sebagai Pejabat Bupati Way Kanan.  Tanggal 27 April 1999 inilah yang dijadikan sebagai tanggal kelahiran Kabupaten Way Kanan.
Administrator Irigasi Senin, 2012-10-22, 23:55:18 WIB 10 Komentar

Komentar (10)

guild wars 2 07 Desember 2012 - 19:04:24 WIB
makasih artikel nya.. bermanfaat sekali

Surprisingly, MMORPG Guild Wars 2 apparently tops the category of game products sold by Amazon. When this news was revealed, from NCSoft Guild Wars 2 is still in the first sequence of the

Pantun Cinta 06 Desember 2012 - 18:08:49 WIB

download idm terbaru 04 Desember 2012 - 23:58:42 WIB
wah informasinya bagus pak

Ramalan Jodoh 04 Desember 2012 - 13:47:06 WIB
Artikel yang menarik. semoga sukses selalu...

Berita Terkini 23 November 2012 - 08:19:58 WIB
Salam kenal dari http://goo.gl/hbLYb

Puisi Persahabatan 21 November 2012 - 20:38:27 WIB
goo.gl/EYlv4

Obat Jantung Koroner 12 Desember 2012 - 13:47:33 WIB
Infonya bagus, makasih.

obat alami kanker payudara 13 Desember 2012 - 22:24:58 WIB
saya baru tau, terimakasih atas informasinya

Puisi Patah Hati 16 Desember 2012 - 23:22:56 WIB

Obat Liver Tradisional 20 Desember 2012 - 14:38:36 WIB
Infonya bagus, makasih.

<< First | < Prev | 1 | Next > | Last >>

Tinggalkan Komentar





Suku Komering, Lampung (SUB SUKU DARI SUKU LAMPUNG)

Sabtu, 22 September 2012

Suku Komering, Lampung

Komering
Suku Komering, walaupun dikelompokkan ke dalam rumpun Lampung, tetapi selain terdapat di provinsi Lampung, pemukiman utama suku ini justru terkonsentrasi di kabupaten Ogan Komering Ulu dan kabupaten Ogan Komering Ilir di provinsi Sumatra Selatan. Selain itu sebagian kecil suku Komering ini terdapat juga pemukimannya di provinsi Bengkulu.

Pada awalnya di masa lalu, suku Komering ini banyak yang bermigrasi keluar dari daerah asal mereka di sepanjang aliran Way Komering untuk mencari tempat baru yang dianggap dapat merubah kehidupan mereka menjadi lebih baik. Dalam perjalanan migrasi mereka di tempat baru mereka membuka pemukiman (umbul) dan kampung (tiuh). Kelompok pertama yang meninggalkan daerah asal suku Komering adalah orang Komering dari marga Bunga Mayang sekitar tahun 1800 Masehi, menyusuri Way Sungkai. Kelompok ini setelah membuka pemukiman di tempat yang baru, setelah sekian lama lebih dikenal dengan identitas baru sebagai suku Sungkai yang kadang mereka menyebut kelompok mereka sebagai suku Sungkai Bunga Mayang, sebagai pertanda bahwa mereka dahulunya berasal dari suku Komering marga Bunga Mayang. Walaupun suku Sungkai ini lebih akrab dengan sebutan suku Sungkai, tetapi mereka tetap mengakui bahwa dahulunya mereka memang berasal dari Komering. Di tempat baru ini pada awalnya telah ada suatu masyarakat adat yang disebut sebagai suku Abung. Karena mereka membuka pemukiman di wilayah adat suku Abung, maka mereka melepaskan adat-istiadat asli mereka dan mengikuti adat-istiadat suku Abung. Oleh suku Abung, suku Sungkai ini dinyatakan berada di bawah adat Lampung Pepadun dan tanah tempat pemukiman mereka pun yang bernama Buay Nunyai mutlak menjadi milik suku Sungkai. Jadi suku Sungkai ini walaupun telah berubah identitas dan telah berubah adat-istiadat, secara asal-usul mereka adalah termasuk suku Komering juga.

Jadi dimana suku Komering yang tetap memakai nama suku Komering di Lampung ? Di Lampung Tengah, terdapat 2 buah kampung yang dihuni oleh orang Komering. Mereka memakai identitas sebagai orang Komering. Di Lampung Tengah ini mereka dikenal sebagai suku Komering Agung/Putih. Menurut pengakuan mereka, bahwa mereka memang berasal dari Komering, di Lampung Tengah ini mereka telah berbaur di bawah adat-istiadat suku Abung. Tetapi tidak seperti suku Sungkai, suku Komering Agung Putih ini, walau terikat adat-istiadat suku Abung, mereka tetap memakai identitas sebagai suku Komering. Hanya saja, masyarakat suku Komering Agung Putih ini sudah tidak mengetahui lagi asal Kebuayan mereka.

Sedangkan satu lagi orang Komering yang berada di Tiuh Gedung Komering – Negeri Sakti (Gedongtataan), yang sekarang dikenal sebagai Daerah Suka Banjar. Dialek suku ini, sudah banyak dipengaruhi oleh dialek suku Pubian yang juga bermukim di wilayah mereka.
sumber:
  • lampungpost.com
  • wikipedia
  • dan sumber lain..............DIAMBIL DARI PROTOMALAYAN.BLOGSPOT.COM

Proto Malayan: Suku Komering, Lampung

Proto Malayan: Suku Komering, Lampung: Komering Suku Komering , walaupun dikelompokkan ke dalam rumpun Lampung, tetapi selain terdapat di provinsi Lampung, pemukiman utama su...

Suku Krui, Lampung ---

Jumat, 21 September 2012

Suku Krui, Lampung

suku Krui
Suku Krui atau Ulu Krui, adalah salah satu suku yang terdapat di provinsi Lampung. Suku Krui ini tersebar di sekitar pantai bagian barat kabupaten Lampung Barat provinsi Lampung. Masyarakat suku Krui ini dikelompokkan juga sebagai masyarakat Peminggir yang menetap di sekitar perairan Way Krui. Populasi suku Krui diperkirakan sebesar 30.000 orang. Suku Krui ini kadang disebut juga sebagai suku Lampung Krui.

Orang Krui termasuk ke dalam golongan masyarakat Lampung yang beradat Saibatin, seperti yang dilaksanakan oleh masyarakat Lampung Peminggir lainnya.
Bahasa yang diucapkan oleh masyarakat suku Krui ini adalah bahasa Lampung Umung (Lampung Cawo) atau disebut sebagai dialek Api.

Masyarakat suku Krui ini dikatakan berasal dari Paksi Pak Tungkok Pedang, yang berasal dari masa sebelum adanya Paksi Skalabrak. Setelah Paksi Pak Skala Brak berdiri, Paksi Pak Tungkok Pedang membubarkan diri dan pindah ke daerah Ranau Komering Ulu. Dari wilayah ini keturunan Paksi Tungkok Pedang melanjutkan perjalanan ke daerah Lampung. Sebagian menuju daerah pantai dan beradat Peminggir, sedangkan lainnya menuju daerah pedalaman melanjutkan tradisi adat Pepadun yang dibawa dari Skalabrak.

pakaian adat suku Krui
Suku Krui dianggap serumpun dengan suku Komering yang berada di daerah Liba Haji di Muara Dua Komering Ulu. Suku Komering merupakan penghuni Skalabrak yang juga berasal dari keturunan Paksi Pak Tungkok Pedang.

Pada masa penjajahan Belanda wilayah adat Ulu Krui diperintah oleh keturunan Rakihan Sakti. Tetapi pemerintahan ini terlalu lemah sehingga pada tahun 1928 ketika pembentukan marga marga oleh pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1930, Ulu Krui berbentuk Marga. Atas dukungan dari Suntan Akbar Sukau, Marga Ulu Krui dipimpin oleh Japilus.

Setelah Indonesia merdeka, eks Kewedanaan Krui kembali ke pangkuan Ratu Pak di Lampung. pada tahun 1966 Abdullah Syurkati Buay Bulan dan Buay Aji mengambil hak ulayat warisan nenek moyang mereka Tanah Ulu Krui. Sejak saat itu Ulu Krui menjadi desa dibawah pimpinan Kepala Desa H. Khaliq, dengan wilayah meliputi;
1. Suka Raja (Gedung Cahya).
2. Suka Marga (Kamal).
3. Kampung Baru dan sebagian daerah Kejadian.

Atas jasa masyarakat Krui dalam mewarnai adat budaya Lampung, Gubernur Lampung Zainal Abidin Pagar Alam merenovasi total masjid tua dekat Balai Kratun Ulu Krui di Sukaraja-Ulu Krui, yaitu Masjid Nurul Iman, Krui di Sukaraja Pekon Ulu Krui.

Masyarakat suku Krui sebagian hidup pada bidang pertanian, mereka menanam lada, kopi dan cengkeh sebagai sumber penghasilan mereka.

sumber:
  • ulukrui-waykrui.blogspot.com: ulu krui perwatin telu
  • wikipedia
  • foto: saliwanovanadiputra.blogspot.com
  • dan sumber lain

ORANG LAMPUNG,MAKSUDNYA

 
 
 
 
 
 
Rate This

Orang lampung yang dimaksud adalah orang yang berbahasa Lampung dan beradat Lampung. Provinsi Lampung adalah daerah transmigrasi yang dibuka sejak tahun 1905, sehingga yang terbanyak adalah orang Jawa, di samping suku bangsa lainnya. Bisa dikatakan sudah tidak ada lagi daerah tertutup yang tidak didiami penduduk pendatang, kecuali di beberapa tempat yang belum padat penduduknya, seperti di daerah eks Kewedanaan Krui di sebelah barat, berbatasan dengan Propinsi Bengkulu dan Sumatera Selatan.
Ciri-ciri khas masyarakat adat Lampung sudah sedikit sekali yang masih tampak. Perkampungan penduduk dengan bangunan rumah kerabat yang bertiang tinggi dan berangsur-angsur turun ke bawah merata dengan tanah, balai-balai adat (sesat) kebanyakan sudah tidak dibangun lagi dan digantikan dengan balai desa. Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Indonesia. Hanya saja masih digunakan sebagai bahasa kerabat di dalam rumah tangga orang Lampung dan dalam upacara adat.
Orang lampung pada umumnya beragama Islam. Masyarakat adat Lampung dapat dibedakan dalam dua golongan adat, yaitu yang beradat Pepadun dan beradat Pesisir. Dialek bahasanya ada yang berdialek “nyou” (apa) atau dialek bahasa Abung dan ada pula yang berdialek “api” (apa) atau berdialek Pemanggilan.
Mereka yang beradat Pepadun kebanyakan bermukim di daerah pedalaman, sedangkan yang beradat Pesisir bermukim di daerah pesisir atau di daerah yang tidak termasuk daerah lingkungan pepadun. Termasuk dalam lingkungan beradat pepadun adalah orang-orang Abung, Tulangbawang (Menggala), Waikanan Sungkai, Pubiyan. Sedangkan dalam lingkungan beradat Pesisir adalah orang-orang Pesisir Teluk, Pesisir Semangka, Pesisir Krui, dan dataran tinggi Belalau di daerah Provinsi Lampung, serta orang-orang Ranau, Muaradua, Komering, dan Kayuagung di Provinsi Sumatera Selatan dan juga di perdesaan Cikoneng (Anyer), pantai barat, Jawa Barat.
Masyarakat Lampung merupakan masyarakat kekerabatan bertali darah menurut garis ayah (Geneologis-Patrilinial), yang terbagi-bagi dalam masyarakat keturunan menurut Poyang asalnya masing-masing yang disebut “buay”, misalnya Buay Nunyai, Buay Unyi, Buay Nuban, Buay Subing, Buwai Bolan, Buayi Menyarakat, Buay Tambapupus, Buay Tungak, Buay Nyerupa, Buay Belunguh, dan sebagainya. Setiap kebuayan itu terdiri dari berbagai “jurai” dari kebuwaian, yang terbagi-bagi pula dalam beberapa kerabat yang terikat pada satu kesatuan rumah asal (nuwou tubou, lamban tuha).
Kemudian dari rumah asal itu terbagi lagi dalam beberapa rumah kerabat (nuwou balak, lamban gedung). Ada kalanya buay-buay itu bergabung dalam satu kesatuan yang disebut “paksi”. Setiap kerabat menurut tingkatannya masing-masing mempunyai pemimpin yang disebut “penyimbang” yang terdiri dari anak tertua laki-laki yang mewarisi kekuasaan ayah secara turun temurun.
Hubungan kekerabatan adat lampung terdiri dari lima unsur yang merupakan lima kelompok. Pertama, kelompok wari atau adik wari, yang terdiri dari semua saudara laki-laki yang bertalian darah menurut garis ayah, termasuk saudara angkat yang bertali darah. Kedua, kelompok lebuklama yang terdiri dari saudara laki-laki dari nenek (ibu dari ayah) dan keturunannya dan saudara laki-laki dari ibu dan keturunannya. Ketiga, kelompok baimenulung yang terdiri dari saudara-saudara wanita dari ayah dan keturunannya. Keempat, kelompok kenubi yang terdiri dari saudara-saudara karena ibu bersaudara dan keturunannya. Kelima, kelompok lakau-maru, yaitu para ipar pria dan wanita serta kerabatnya dan para saudara karena istri bersaudara dan kerabatnya.
Bentuk perkawinan yang berlaku adalah partrilokal dengan pembayaran jujur (ngakuk mulei), dimana setelah kawin mempelai wanita mengikuti dan menetap dipihak kerabat suami, atau juga dalam bentuk marilokal (semanda) dimana setelah kawin suami ikut pada kerabat istri dan menetap di tempat istri.
Untuk mewujudkan jenjang perkawinan dapat ditempuh dalam dua cara, yaitu cara berlarian (sebambangan) yang dilakukan bujang-gadis sendiri dan cara pelamaran orang tua (cakak sai tuha) yang dilakukan oleh kerabat pihak pria kepada kerabat pihak wanita di rumah orang tua wanita.
Perkawinan yang ideal dikalangan orang lampung adalah pria kawin dengan wanita anak saudara wanita ayah (bibik, keminan) yang disebut “ngakuk menulung” atau dengan anak saudara wanita ibu (ngakuk kenubi)/ perkawinan yang tidak disukai adalah pria dan wnaita anak saudara laki-laki ibu (ngakuk kelana) atau dengan anak wanita saudara laki-lakinya (ngakuk bai/wari) atau juga dengan anak dari saudara pria nenek dari ayah (ngakuk lebu). Lebih-lebih tidak disukai kawin dengan suku lain (ulun lowah) atau orang asing. Apalagi berlainan agama (sumang agamou). Tetapi di masa sekarang hal demikian itu sudah tidak dihiraukan angkatan muda, sehingga sudah banyak pria/wanita Lampung yang melakukan kawin campur antar suku asal saja sama-sama beragama Islam/bersedia masuk Islam dan bersedia diangkat menjadi anak angkat dan masuk warga adat Lampung.
Jika dari suatu ikatan perkawinan tidak mendapatkan keturunan sama sekali, maka untuk menjadi penerus keturunan ayah, dapat diangkat anak tertua dari adik laki-laki atau anak kedua dari kakak laki-laki untuk menegakkan (tegak tegi) keturunan yang putus (maupus). Jika tidak ada anak-anak saudara yang bersedia diangkat dapat mengangkat orang lain yang bukan anggota kerabat, asal saja disahkan dihadapan kerabat dan prowitan adat. Tetapi jika hanya mempunyai anak wanita, maka anak itu dikawinkan dengan saudara misalnya yang laki-laki/ anak wanita itu dijadikan kedudukan laki-laki dan melakukan perkawinan semanda ambil suami (ngakuk ragah). Dengan begitu maka anak laki-laki dari perkawinan mereka kelak akan menggatikan kedudukan kakeknya sebagai waris mayorat sehingga keturunan keluarga tersebut tidak putus (mak mupus).
Sumber : Ulunlampung

WILAYAH KRUI SEBENARNYA DAN SEJARAH YANG MELINGKUPINYA

Sabtu, 28 April 2012

ERA PEMERINTAHAN MARGA MARGA DI PAKSI PAK SEKALA BRAK


Oleh Diandra Natakembahang
Pada 1930 adalah era Pemerintahan Marga Marga, dan Sekala Brak pada saat itu berada dalam Kewedanaan-Onder Afdeeling Krui, Keresidenan Bengkulu. Pada masa itu Pemerintah Kolonial Inggris memecah Pemerintahan Adat dan membagi Pemerintahan Marga menjadi:
Balik Bukit :
1.      Marga Sukau
2.      Marga Liwa
3.      Marga Kembahang
4.      Marga Batu Brak
5.      Marga Kenali
6.      Marga Suoh
7.      Marga Way Tenong
Krui Utara :
1.      Marga Pulau Pisang
2.      Marga Pugung Tampak
3.      Marga Pugung Penengahan
4.      Marga Pugung Malaya
Krui Tengah :
1.      Marga Way Sindi
2.      Marga Laay
3.      Marga Bandar
4.      Marga Pedada
5.      Marga Ulu Krui
6.      Marga Pasar Krui
7.      Marga Way Napal
Krui Selatan :
1.      Marga Tenumbang
2.      Marga Ngambur
3.      Marga Ngaras
4.      Marga Bengkunat
5.      Marga Belimbing
Pada tahun 1955 – 1970 Kewedanaan dibagi menjadi 3 Negeri yaitu :
1.      Negeri Sekala Brak beribukota Liwa
2.      Negeri Krui Utara beribukota Pugung Tampak
3.       Negeri Krui Selatan beribukota Pasar Krui
Sebelum masa Pemerintahan Marga, Paksi Bejalan Di Way tidak berbatasan dengan Liwa, melainkan langsung disebelah barat dengan Paksi Nyerupa sebagaimana temaktub dalam Surat Kontroliur Pangkat yang pertama  di Krui pada 25 Rabiul Awal 1279 berbatas Dusun Way Tegaga masuk dalam Paksi Bejalan Di Way dan kemudian menetapkan Khadin Pengucap menjadi Kepala Dusun Way Tegaga. Selanjutnya batas batas Marga Kembahang di Liwa Sukau Pematang Kabol dan seterusnya  sebagaimana yang tertulis dalam Had Lampung pada tanduk kerbau dan diatas kulit kayu milik Tuan Pesirah Marga Kembahang-Paksi Bejalan Di Way.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa Marga Liwa belum ada, baru pada era Pangeran Puspanegara di silsilah 16 atau masa Kepesirahan ke 5, Marga Liwa dibentuk sebagai pemecahan dari Marga Kembahang - Paksi Bejalan Di Way pada medio 1890. Marga Kembahang dimulai pada era Pangeran Natamarga silsilah 12 sebagai Kepala Marga Kembahang yang pertama dengan Besluit Compagne Inggris DDO 13 Maret 1799.
Pesirah Marga Liwa yang pertama berkedudukan di Negara Batin-Liwa dengan Kepala Pesirahnya pertamanya adalah Dalom Haji dari Paksi Nyerupa [Makam Dalom Haji terdapat di Teba Surabaya-Liwa]. Pesirah Dalom Haji digantikan oleh Pangeran Lunik dari Gedung Asin Jurai dari Haji Sulton [1905-1920], kemudian Pangeran Lunik diberhentikan dan diganti oleh Pesirah Abdul Rahman dari Negeri Agung yaitu Jurai Siti Maisuri yang bersuamikan Abdul Muis yang adalah Putera kedua dari Pangeran Suhaimi adoq Suttan Lela Muda dari Paksi Pernong.
Kesimpulannya adalah dari Gerdai - Kembahang hingga Dusun Way Tegaga sebelum tahun 1890 adalah masuk dalam Marga Kembahang - Paksi Bejalan Di Way.