Sabtu, 22 Desember 2012

Pekon Way Mengaku&LEGENDA KELEKUP GANGSA ULAR NAGA DI DANAU RANAU

LEGENDA KELEKUP GANGSA ULAR NAGA DI DANAU RANAU


Pada zaman dahulu kala sekitar awal adanya penduduk yang mendiami Pekon Way Mengaku, sekitar keturunan yang ke III, (anak-anak dari sebuay). sebagaimana dalam sejarah bahwa suami dari sebuay adalah seorang laki-laki dari Gunung Aji Ranau,. yang datang ke Pekon Way Mengaku dan menemukan jodohnya pada Se Buay dalam bahasa lampung "Bakas Semanda" yaitu seorang perempuan yang mengambil seorang laki-laki dan dalam hidupnya sehari-hari kegiatan keluarga secara utuh mengikuti pihak istri bahkan hingga akhir hayatnya.

Dari perkawinan tersebut lahir 7 (tujuh) orang anak semuanya laki-laki yang masing-masing punya panggilan/ pengurau :
  1. Umpu Suat;
  2. Se Bebigor;
  3. Se Batin Balak;
  4. Se Mandi Walay;
  5. Se Ujan;
  6. Se Jambi dan
  7. Se Gundang Caring atau Sekutu Ni way.
Ketujuh orang anak-anak dari Se Buay tersebut bagi kami anak keturunannya memanggilnya dengan nama panggilan "Tian Pitu Jong" mereka berpencar untuk meneruskan kehidupan di luar Pekon Way Mengaku ke seluruh penjuru Daerah Provinsi Lampung bahkan sampai Provinsi Banten , hingga kini yang masih terlacak dan kami ketahui posisi dari 6 keturunan yang lainnya dari adik-adiknya yaitu berada di :
  1. Tanjung Heran Sukau;
  2. Penggawa Lima Tengah Krui dan Sekuting Liwa;
  3. Ngambur Krui;
  4. Pangkul, Way Gelang Semaka (Tanggamus);
  5. Tanjungan Kalianda (Lampung Selatan) dan
  6. Banton/Provinsi Banten.

Didalam keluarga tersebut ada sebuah barang pusaka berupa kentongan atau disebut dalam bahasa Lampung adalah "Kelekup Gangsa" kelekup gangsa tersebut gunaknya untuk memberi tanda-tanda kepada semua anggota keluarga khusunya pekon pada umumnya, seperti untuk mengumpulkan keluarga, tanda bahaya dll.

Konon cerita kelekup gangsa tersebut bilamana dibunyikan dengan dipukul / ditabuh maka bunyinya akan sampai ke Pulau Jawa sekitar daerah Banton/Banten itulah sebabnya ada salah satu keturunan dari Pekon Way Mengaku yang berada di daerah Banten dan memiliki keturunan hingga kini.

seiring dengan perkembangan maka keluarga pihak asal suami dari sebuay mengetahui akan hal ikhwal ini, keajaiban dari harta pusaka sebuay berupa kelekup gangsa/kentongan sehingga menimbulkan niat kurang baik dari saudara-saudara pihak keluarga (suami se buay) untuk mencuru kelekup gangsa tersebut.

Dalam proses pencurian kelekup gangsa tersebut ada 2 porsi cerita yan berkembang yaitu, Pertama dicuri oleh sekelompok orang (saudara suami sebuay) akan tetapi dalam setiap langkah dari pencurian tersebut ada salah satu anggota pencuri itu yang meninggal dunia hingga akhirnya pada saat sampai di Danau Ranau tinggal satu orang lagi, maka akhirnya kelekup gangsa itu di rendam di dalam air Danau Ranau agar tidak ketahuan orang lain, guna diteruskan perjalanan keesokan harinya dengan memanggil kawan-kawannya. Porsi Kedua yaitu dicuri sekelompok orang tersebut akan tetapi mengingat perjalanan yang jauh dan ditempuh dengan berjalan kaki ditengah hutan belantara maka perjalanan tersebut baru sampai di Danau Ranau pada waktu sore hari, dan demi keamanan juga di masukan di dalam air Danau Ranau untuk diteruskan perjalana pada keesokan harinya. yang jelas dari kedua porsi cerita tersebut berujung pada Dalam Air Danau Ranau.

Pada keesokan harinya sewaktu perjalanan akan diteruskan ternyata, kelekup gangsa tersebut sudah berubah menjadi se ekor Ular Naga.
Itulah seklas cerita tentang legenda Ular Naga di Danau Ranau yaitu milik Pribumi Way Mengaku, dan hingga kini masih melegenda, pada masyarakat Pribumi Asli Way Mengaku, menjadi cerita dan warah dari zaman ke zaman karena tidak ada berupa buku dokumentasi yang mencatat sejarah dan kisah cerita maka jadilah sebuah warahan (cerita zaman dahulu)
Dan itu pula yang menyebabkan enam keturunan yang lainnya hingga kini masih menetap di tempat-tempat yang disebutkan diatas bahkan telah menyebar luas dan mempunyai banyak keturunan, dikarenakan kentongan untuk memanggil pulang dan mengupulkan mereka berupa kelekup gangsa telah berubah menjadi se ekor Ular Naga di Danau Ranau.

 
Catatan :
Di balik gunung  yang nampak di tengah danau tersebut  ada yang namanya TAPIK, gua bawah danau yang menurut cerita tempat bersemayamnya Ular Naga tersebut, bukti yang ada pada keluarga kami kalau waktu menyeberang di Danau Ranau biasanya perahu tersebut tersangkut sementara di daerah Tapik tersebut, dan keluarga kita mengatakan bahwa orang asli dari way mengaku dan mohon izin maka perahu / kapal tersebut jalan kembali, menurut cerita mereka hanya ingin menyapa saja sebentar itu terjadi pada orang tua saya, dan saya juga pernah mengalami ketika perjalanan dari Suka Banjar, ke Kotabatu Ranau perahu sempat mengarah kebawah Tapik tersebut, diiringi hujan panas waktu itu dan saya ingat kejadian-kejadian tata cara masa lampau maka perahu tersebutpun jalan kembali menuju ke arah Kotabatu Ranau..

PESTA IRAW

Pesta Irau yaitu sebuah pesta perkawinan, diselenggarakan cukup besar / pesta yang sangat meriah pada pernikahan anak Sebuay "Sebatin Balak".

Posisi Pesta Irau ini diselenggarakan di daerah kidupan, depan Kejaksaan Negeri Liwa seberang sawah setukung Kelurahan Way Mengaku Kecamatan Balik Bukit. atau sekitar Pering Belabar, pering belabar ini juga sebetulnya berasal dari bambu-bambu yang dipakai waktu acara kelengkapan pesta berlangsung.

Karena acara yang diselenggarakan begitu besar, maka persyaratan yang dibuat juga cukup besar dalam acara pesta irau tersebut yaitu menyembelih seorang perawan (muly) dengan syarat-syarat harus dipenuhi diantaranya yaitu :
1. Lipas Ketara;
2. Tungu sang runcung;
3. Suyuh kegundang;
4. Kebau Belang;
5. Tuma dll.

Dalam menyediakan persyaratan tersebut, selalu saja tidak mencukupi sesuai dengan persyaratan yang telah dibuat sebagai contoh telah disediakan tungu tetapi lipas ketara belum ada, atau kebau belang yang belum ada sehingga setiap kali diupayakan untuk mencukupi persyaratan tersebut selalu saja tidak terpenuhi secara utuh/komplit.

Dengan tidak tercukupinya persyaratan tersebut maka masing-masing mereka pitu jong, sebebigor, umpu suat, sebatin balak, semandi walay, se ujan, se jambi dan sekutu ni way / segundang caring merasa malu dengan keluarga besarnya untuk menghilangkan rasa malu mereka pindah ke lain tempat bahasa Lampungnya disebut Irau.

Jadi setelah kejadian pesta tersebut mereka mengungsikan diri atau disebut irau kelain tempat seperti ke tanjung heran sukau, sekuting, penggawa lima tengah ngambur, way gelang semaka pangkul, kalianda tanjungan dan sampai ke seberang laut didaerah Banten Jawa Barat yaitu sejauh bunyi kelekup gangsa masih terdengan (waktu kejadian ini kelekup gangsa belum dicuri) oleh pihak keluarga dari Bapak mereka yaitu orang-orang dari Gunung Aji Ranau.

Demikianlah sekilas warah cerita pada zaman dahulu Pesta Irau, yaitu rencana Pesta Besar dengan syarat-syarat yang sulit dan akhirnya tidak terpenuhi kemudian membuat malu mereka terus mengungsikan diri Irau jadilah Pesta Irau.

Untuk bukti yang tinggal sekarang, cuma tinggal batu tempat acara itu berlangsung tepatnya ditengah kebun kopi Bapak Ilyas (Pensiunan Pegawai Dinas PU Binamarga) sedangkan pering/bambu belabar telah habis seiring perkembangan penduduk digunakan untuk lanjaran tanaman cabe serta buncis karena daerah tersebut adalah daerah pertanian yang produktif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar